Pemuda Sulsel dalam
Dinamika Pembangunan Daerah;
Sebuah Pertanggungjawaban
Oleh Nur Fitri Balasong
Judul Buku : Atas Nama Regenerasi
(Pemuda & Masa Depan Pembangunan Sulsel)
Pengantar : M. Idrus Marham
Editor : Armin Mustamin Toputiri
Penerbit : toACCAe Publishing & KNPI Sulsel
Tebal : xli + 141 halaman
Cetakan : Pertama. Oktober 2004
Tidaklah berlebihan ketika Soekarno --- Presiden pertama R.I --- membanggakan pemuda sebagai elemen perombak sebuah bangsa. Sebab pada merekalah, alur pembangunan akan menemukan coraknya masing-masing. Entah statement semacam ini sudah dianggap basi atau out of date, namun bagaimanapun juga kita terkadang tidak menyadari, bahwa menyiapkan kerangka rekayasa sosial untuk memberdayakan unsur pemuda adalah suatu hal yang mendesak.
Atas Nama Regenerasi --- sebagai judul utama buku ini --- sekilas menyiratkan adanya sesuatu yang mudah ketika memperbincangkan masalah “regenerasi”. Dalam kata ini terkandung sebuah proses kehidupan yang alamiah, tetapi karena sebelumnya dirangkaikan dengan frasa “Atas Nama...”, maka seakan --- akan muncul sebuah konsekwensi lain yang sifatnya absolut. Konsekuensi tersebut tak lain adalah kewajiban generasi sekarang, menciptakan sistem atau tatanan yang kondusif, agar generasi berikutnya mampu bertumbuh-kembang mengkreasikan dinamikanya sendiri. Yang pada gilirannya kelak, mereka diharapkan menjadi pewaris bangsa yang visioner, good leadership, dan peka terhadap problematika yang melingkupi masyarakatnya.
Tanpa bermaksud terobsesi dengan masa lalu pergerakan pemuda dan mahasiswa yang mampu melakukan perombakan besar-besaran terhadap alur panjang perjalanan bangsa Indonesia, maka tahun 1908, 1928, 1945, 1966, 1974, hingga meletusnya Reformasi pada tahun 1998 merupakan bukti sejarah akan pentingnya peran pemuda di dalamnya. Dan serpihan-serpihan sejarah inilah yang banyak menjadi pijakan para penulis dalam buku ini untuk mengulas peran para pemuda dalam pembangunan.
Tahun-tahun tersebut adalah tahun-tahun luka bagi bangsa Indonesia, sekaligus tahun-tahun bangkitnya semangat baru untuk menampilkan wajah Indonesia yang lebih segar dan lebih apik sebagai sebuah bangsa besar. Artikel-artikel yang tergabung dalam buku ini, meskipun dengan corak yang masih berperspektif nasional, namun tidak mengurangi keinginan sebagian besar penulis untuk menyelipkan konsep-konsep lokal yang kental dalam memaknai pembangunan, seperti tulisan Ishak Ngeljaratan, Nurcahaya Tandang Assegaf, Ni’matullah, dan lain-lain
Sadar akan roda pembangunan Sulawesi Selatan yang sejatinya membutuhkan sentuhan baru dan orisinil dari semua kalangan, buku ini menghimpun 15 penulis dengan latar belakang penggerak aktif lembaga kepemudaan, birokrat, akademisi dan lain-lain. Simpulan dari tulisan-tulisan yang terangkum di dalamnya, diharapkan mampu memberikan gagasan baru dalam rangka memberikan muatan yang positif dan merespon pemberlakuan otonomi daerah sebagai manajemen pembangunan nasional.
Buku ini juga membeberkan data, fakta, realitas, dan harapan bahkan amanah tentang bagaimana sebaik dan seharusnya mengelola potensi para pemuda. Ke 15 orang penulis di dalamnya menyuguhkan beragam alternatif, mulai dengan bercermin pada romantisme sejarah tentang bagimana pemuda melakukan pendobrakan terhadap mapannya pola pikir yang dibentuk pada era ORLA, ORBA, bahkan juga menggulirkan butir-butir pemikiran untuk mereorientasi Reformasi ditengah berkecamuknya disintegrasi, serangan globalisasi tanpa tedeng aling-aling, merebaknya hedonisme, serta salah tafsir nasionalisme yang akhir-akhir ini kerap mewarnai kehidupan bangsa kita.
Tidak dapat dipungkiri, peran pemuda dalam menghantarkan pembangunan menemukan arahnya telah menjadi bukti sejarah yang tidak hanya terjadi di Indonesia. Beberapa penulis seperti Imam Mujahidin Fahmid, juga menyediakan bukti sejarah peranan pemuda di berbagai belahan bumi lainnya seperti Reformasi Protestan di Inggris, Revolusi Perancis, Amerika Serikat, Cuba, Libya dan sebagainya. Sejumlah bukti sejarah ini hadir bukan hanya seperangkat kejadian yang tanpa makna, tetapi merupakan refleksi dan komparasi akan eksistensi kaum muda yang tidak boleh dipandang sebelah mata.
Sedemikian beratnya beban yang ditanggung di atas pundak generasi muda, dan sepenuh tanggung jawab yang diemban generasi sebelumnya untuk kesinambungan pembangunan, buku sederhana ini menjadi wajib ditelaah serta didialektikakan. Upaya ini tak lain agar generasi kita nantinya dapat membekali dirinya mengisi pembangunan, meskipun kita tetap memberikan ruang gerak bagi inovasi, kemandirian, dan dinamisasi metabolisme kadar mereka sendiri.
Buku ini disusun selain berdasarkan keinginan untuk membangun tradisi intelektual di kalangan pemuda khususnya, meredam koflik psikologis dan mengarahkannya ke konflik gagasan, juga karena sebuah tanggung-jawab akan dinamika pembangunan daerah yang dituntut untuk lebih banyak menentukan modelnya sendiri. Kerjasama yang dilakukan toACCAe Publishing bekerjasama dengan DPD KNPI SULSEL dengan dalam penerbitan buku ini digerakkan atas kesamaan visi untuk menciptakan generasi muda yang kompetitif dalam memberdayakan masyarakat menghadapi era globalisasi. Selain berangkat dari kesamaan visi tersebut, DPD KNPI SULSEL, yang merupakan wadah berhimpun sejumlah lembaga kepemudaan dan representasi pemuda di Sulawesi Selatan, memiliki tanggungjawab untuk menjabarkan keberadaannya secara lebih luas.
Bertumpuknya tawaran konsep yang disediakan buku Atas Nama Regenerasi ini, tidak berarti berakhir pulalah pencarian akan makna sesungguhnya pengisian pembangunan daerah kita sendiri. Sebab sebagaimana wajarnya sebuah pertumbuhan, ideologi sebuah negara tidak pernah final, karena ia adalah kompilasi pemikiran dan konsep untuk merespon situasi di zamannya. Bukan melegitimasi akhir dari sebuah peradaban dengan bercermin pada sebuah komunitas yang belum tentu sesuai dengan cara pandang bangsa lain, sebagaimana Francis Fukuyama melansir bahwa the end of Civilization saat ini adalah Amerika Serikat.
Secara perwajahan, buku ini diilustrasikan melalui sampul bergambar topeng-topeng wajah, yang secara implisit mengandung makna, apakah proses regenerasi yang sedang dan akan kita lakukan bersama menghasilkan pemuda yang sanggup menunjukkan jati diri mereka sendiri, atau mereka hanya mampu bersembunyi dan berkedok di balik segala kepentingan pribadi, kepentingan golongan tertentu atau malah asyik memoles diri dengan segala kepalsuan. Namun, apapun bentuk buku ini, sekali lagi, Atas nama generasi muda Sulawesi Selatan, temukan dirimu dengan menyelami rangkaian makna dalam buku ini! (fit)
Sumber: Jurnal RESOLUSI, DPD KNPI Sulsel. Edisi 02/2005
Dinamika Pembangunan Daerah;
Sebuah Pertanggungjawaban
Oleh Nur Fitri Balasong
Judul Buku : Atas Nama Regenerasi
(Pemuda & Masa Depan Pembangunan Sulsel)
Pengantar : M. Idrus Marham
Editor : Armin Mustamin Toputiri
Penerbit : toACCAe Publishing & KNPI Sulsel
Tebal : xli + 141 halaman
Cetakan : Pertama. Oktober 2004
Tidaklah berlebihan ketika Soekarno --- Presiden pertama R.I --- membanggakan pemuda sebagai elemen perombak sebuah bangsa. Sebab pada merekalah, alur pembangunan akan menemukan coraknya masing-masing. Entah statement semacam ini sudah dianggap basi atau out of date, namun bagaimanapun juga kita terkadang tidak menyadari, bahwa menyiapkan kerangka rekayasa sosial untuk memberdayakan unsur pemuda adalah suatu hal yang mendesak.
Atas Nama Regenerasi --- sebagai judul utama buku ini --- sekilas menyiratkan adanya sesuatu yang mudah ketika memperbincangkan masalah “regenerasi”. Dalam kata ini terkandung sebuah proses kehidupan yang alamiah, tetapi karena sebelumnya dirangkaikan dengan frasa “Atas Nama...”, maka seakan --- akan muncul sebuah konsekwensi lain yang sifatnya absolut. Konsekuensi tersebut tak lain adalah kewajiban generasi sekarang, menciptakan sistem atau tatanan yang kondusif, agar generasi berikutnya mampu bertumbuh-kembang mengkreasikan dinamikanya sendiri. Yang pada gilirannya kelak, mereka diharapkan menjadi pewaris bangsa yang visioner, good leadership, dan peka terhadap problematika yang melingkupi masyarakatnya.
Tanpa bermaksud terobsesi dengan masa lalu pergerakan pemuda dan mahasiswa yang mampu melakukan perombakan besar-besaran terhadap alur panjang perjalanan bangsa Indonesia, maka tahun 1908, 1928, 1945, 1966, 1974, hingga meletusnya Reformasi pada tahun 1998 merupakan bukti sejarah akan pentingnya peran pemuda di dalamnya. Dan serpihan-serpihan sejarah inilah yang banyak menjadi pijakan para penulis dalam buku ini untuk mengulas peran para pemuda dalam pembangunan.
Tahun-tahun tersebut adalah tahun-tahun luka bagi bangsa Indonesia, sekaligus tahun-tahun bangkitnya semangat baru untuk menampilkan wajah Indonesia yang lebih segar dan lebih apik sebagai sebuah bangsa besar. Artikel-artikel yang tergabung dalam buku ini, meskipun dengan corak yang masih berperspektif nasional, namun tidak mengurangi keinginan sebagian besar penulis untuk menyelipkan konsep-konsep lokal yang kental dalam memaknai pembangunan, seperti tulisan Ishak Ngeljaratan, Nurcahaya Tandang Assegaf, Ni’matullah, dan lain-lain
Sadar akan roda pembangunan Sulawesi Selatan yang sejatinya membutuhkan sentuhan baru dan orisinil dari semua kalangan, buku ini menghimpun 15 penulis dengan latar belakang penggerak aktif lembaga kepemudaan, birokrat, akademisi dan lain-lain. Simpulan dari tulisan-tulisan yang terangkum di dalamnya, diharapkan mampu memberikan gagasan baru dalam rangka memberikan muatan yang positif dan merespon pemberlakuan otonomi daerah sebagai manajemen pembangunan nasional.
Buku ini juga membeberkan data, fakta, realitas, dan harapan bahkan amanah tentang bagaimana sebaik dan seharusnya mengelola potensi para pemuda. Ke 15 orang penulis di dalamnya menyuguhkan beragam alternatif, mulai dengan bercermin pada romantisme sejarah tentang bagimana pemuda melakukan pendobrakan terhadap mapannya pola pikir yang dibentuk pada era ORLA, ORBA, bahkan juga menggulirkan butir-butir pemikiran untuk mereorientasi Reformasi ditengah berkecamuknya disintegrasi, serangan globalisasi tanpa tedeng aling-aling, merebaknya hedonisme, serta salah tafsir nasionalisme yang akhir-akhir ini kerap mewarnai kehidupan bangsa kita.
Tidak dapat dipungkiri, peran pemuda dalam menghantarkan pembangunan menemukan arahnya telah menjadi bukti sejarah yang tidak hanya terjadi di Indonesia. Beberapa penulis seperti Imam Mujahidin Fahmid, juga menyediakan bukti sejarah peranan pemuda di berbagai belahan bumi lainnya seperti Reformasi Protestan di Inggris, Revolusi Perancis, Amerika Serikat, Cuba, Libya dan sebagainya. Sejumlah bukti sejarah ini hadir bukan hanya seperangkat kejadian yang tanpa makna, tetapi merupakan refleksi dan komparasi akan eksistensi kaum muda yang tidak boleh dipandang sebelah mata.
Sedemikian beratnya beban yang ditanggung di atas pundak generasi muda, dan sepenuh tanggung jawab yang diemban generasi sebelumnya untuk kesinambungan pembangunan, buku sederhana ini menjadi wajib ditelaah serta didialektikakan. Upaya ini tak lain agar generasi kita nantinya dapat membekali dirinya mengisi pembangunan, meskipun kita tetap memberikan ruang gerak bagi inovasi, kemandirian, dan dinamisasi metabolisme kadar mereka sendiri.
Buku ini disusun selain berdasarkan keinginan untuk membangun tradisi intelektual di kalangan pemuda khususnya, meredam koflik psikologis dan mengarahkannya ke konflik gagasan, juga karena sebuah tanggung-jawab akan dinamika pembangunan daerah yang dituntut untuk lebih banyak menentukan modelnya sendiri. Kerjasama yang dilakukan toACCAe Publishing bekerjasama dengan DPD KNPI SULSEL dengan dalam penerbitan buku ini digerakkan atas kesamaan visi untuk menciptakan generasi muda yang kompetitif dalam memberdayakan masyarakat menghadapi era globalisasi. Selain berangkat dari kesamaan visi tersebut, DPD KNPI SULSEL, yang merupakan wadah berhimpun sejumlah lembaga kepemudaan dan representasi pemuda di Sulawesi Selatan, memiliki tanggungjawab untuk menjabarkan keberadaannya secara lebih luas.
Bertumpuknya tawaran konsep yang disediakan buku Atas Nama Regenerasi ini, tidak berarti berakhir pulalah pencarian akan makna sesungguhnya pengisian pembangunan daerah kita sendiri. Sebab sebagaimana wajarnya sebuah pertumbuhan, ideologi sebuah negara tidak pernah final, karena ia adalah kompilasi pemikiran dan konsep untuk merespon situasi di zamannya. Bukan melegitimasi akhir dari sebuah peradaban dengan bercermin pada sebuah komunitas yang belum tentu sesuai dengan cara pandang bangsa lain, sebagaimana Francis Fukuyama melansir bahwa the end of Civilization saat ini adalah Amerika Serikat.
Secara perwajahan, buku ini diilustrasikan melalui sampul bergambar topeng-topeng wajah, yang secara implisit mengandung makna, apakah proses regenerasi yang sedang dan akan kita lakukan bersama menghasilkan pemuda yang sanggup menunjukkan jati diri mereka sendiri, atau mereka hanya mampu bersembunyi dan berkedok di balik segala kepentingan pribadi, kepentingan golongan tertentu atau malah asyik memoles diri dengan segala kepalsuan. Namun, apapun bentuk buku ini, sekali lagi, Atas nama generasi muda Sulawesi Selatan, temukan dirimu dengan menyelami rangkaian makna dalam buku ini! (fit)
Sumber: Jurnal RESOLUSI, DPD KNPI Sulsel. Edisi 02/2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar